Peringatan Rusia: Senjata Nuklir Baru AS Berpotensi Membunuh 300.000 Warga Moskow

by -98 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Bom nuklir baru yang direncanakan untuk dikembangkan oleh Pentagon Amerika dapat menyapu bersih pusat kota Moskow dan menewaskan lebih dari 300.000 dari 13 juta penduduknya. Hal ini dilaporkan oleh Newsweek yang mengutip simulasi dari Nukemap.

Pentagon mengumumkan pada akhir bulan lalu bahwa mereka akan berusaha membuat varian baru bom gravitasi nuklir B61, yang diberi nama B61-13, sambil menunggu otorisasi dari Kongres. Senjata ini diperkirakan memiliki daya ledak sebesar 360 kiloton, 24 kali lebih kuat dari senjata yang dijatuhkan di Hiroshima selama Perang Dunia II.

Jika bom tersebut meledak di Moskow, sekitar 311.480 orang diperkirakan akan tewas dan 868.860 orang akan terluka, kata Newsweek. Jika ledakan itu terjadi di Saint Petersburg, kota metropolitan terbesar kedua di Rusia, jumlah korban jiwa yang diperkirakan mencapai 360.150 orang, tambah publikasi tersebut.

Menurut Newsweek, apapun yang berada dalam radius setengah mil dari lokasi ledakan bom akan hancur oleh bola api yang sangat besar. Ledakan tersebut akan meruntuhkan bangunan-bangunan dan kemungkinan besar akan membunuh semua orang dalam jarak satu mil, sementara mereka yang berada dalam jarak dua mil dari lokasi ledakan akan meninggal dalam waktu satu bulan karena tingkat radiasi yang tinggi.

Sebanyak 15% dari mereka yang selamat kemudian meninggal karena kanker dan banyak di antaranya menderita luka bakar yang mengubah hidup mereka.

Rencana untuk merancang senjata pemusnah massal yang baru diumumkan di tengah ketegangan antara Rusia dan NATO terkait Ukraina, ketika para pakar, politisi, dan media membahas risiko konflik yang bisa berubah menjadi perang nuklir.

Rusia sendiri telah menuduh AS melakukan “kerusakan nuklir” dan menyatakan bahwa AS secara diam-diam melanggar perjanjian pengendalian senjata.

Awal pekan ini, Rusia secara resmi mencabut ratifikasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) tahun 1996. Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan perjanjian non-proliferasi menjadi tidak berguna karena tidak pernah diratifikasi oleh AS.

“Di antara negara-negara yang belum meratifikasi perjanjian tersebut, posisi yang paling merusak adalah Amerika Serikat, yang selama bertahun-tahun telah menyatakan bahwa tidak akan ada dukungan untuk meratifikasi perjanjian tersebut di Kongres,” kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Pada saat yang sama, Putin menekankan bahwa Rusia tidak akan melakukan uji coba nuklir kecuali AS melakukannya terlebih dahulu.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya
Awas, Putin Kerahkan Senjata Nuklir Taktis pada 7 Juli

(lucid/lucid)