PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, meminta pemerintah untuk membebaskan cukai untuk bioetanol yang digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Bioetanol itu sendiri merupakan pemrosesan pengolahan tumbuhan menjadi etanol yang bisa dicampur pada BBM, sehingga produk bensin menjadi lebih ramah lingkungan.
Seperti diketahui, Pertamina kini telah mencampurkan bioetanol 5% (E5), khususnya yang berasal dari tetes tebu (molase), ke dalam BBM Pertamax (RON 92), sehingga menghasilkan produk setara RON 95 atau Pertamax Green 95.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengakui bahwa harga bioetanol untuk campuran BBM masih terhitung tinggi. Saat ini pihaknya tengah mengkoordinasikan dengan Kementerian Keuangan untuk membebaskan cukai bioetanol. Pasalnya, produk bioetanol yang dihasilkan untuk bahan campuran BBM bukanlah untuk konsumsi dalam tubuh.
Riva menjelaskan, pencampuran bioetanol dalam BBM juga merupakan dukungan perusahaan pada pemerintah untuk menjalankan swasembada gula. Hal itu seperti yang termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Jika bioetanol sebagai campuran BBM tersebut bisa bebas cukai, maka produksi BBM berkualitas yang ramah lingkungan bisa terus berlanjut.
Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menyebut salah satu kendala pengembangan bioetanol di dalam negeri yaitu pungutan bea cukai untuk etanol fuel grade yang akan digunakan sebagai campuran BBM. Kondisi ini menurutnya cukup memberatkan bagi pengembangan bioetanol di Tanah Air.
Apalagi, lanjutnya, saat ini pemerintah juga telah menegaskan PT Pertamina (Persero) untuk memanfaatkan produksi bioetanol sebagai campuran BBM.
Di samping itu, Satya mengungkapkan Indonesia juga mempunyai target produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu hingga 1,2 juta kilo liter (kl) pada tahun 2030.