Putin Menilai Para Pemimpin Barat Bodoh dan Beri Pesan Menohok

by -119 Views

Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa negara-negara Barat yang memperkirakan Rusia akan runtuh telah mengambil tindakan yang salah dan seharusnya membiarkan perekonomian mereka mendapat manfaat dari kerja sama. Amerika Serikat (AS) dan sekutunya telah menerapkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam upaya menghukum Rusia atas perang di Ukraina, namun upaya tersebut tidak membuat Rusia ‘runtuh’ sebagaimana yang diharapkan oleh negara-negara Barat.

Putin menyuarakan hal ini dalam pertemuan Dewan Pembangunan Strategis dan Proyek Nasional, di mana ia menggambarkan hubungan dagang Rusia yang berkembang pesat dengan negara-negara di luar Barat. Menurut Putin, sudah waktunya bagi negara-negara Barat untuk berhenti bersikap bodoh dan menunggu Rusia runtuh. Waktunya bagi mereka untuk mendapatkan manfaat dari kerja sama dengan Rusia.

Putin juga menegaskan bahwa negara-negara Barat harus memilih antara “pertimbangan sesaat” yang memotivasi mereka untuk merusak Rusia dan “kepentingan negara dan masyarakat mereka sendiri” yang memerlukan kerja sama berdasarkan “fondasi baru dunia multipolar.” Rusia sendiri telah mengatasi serangan ekonomi Barat dengan mengarahkan perekonomiannya ke arah perdagangan dengan negara-negara yang menolak bergabung dengan kampanye sanksi yang dipimpin Washington, termasuk negara-negara besar di Asia seperti China dan India.

Di samping itu, Rusia juga telah mengurangi ketergantungan pada lembaga-lembaga keuangan yang dikendalikan oleh Barat dengan beralih ke metode pembayaran alternatif dan mata uang nasional dalam perdagangan. Perdana Menteri Rusia, Mikhail Mishustin, bahkan menyatakan bahwa dolar AS hampir sepenuhnya tergantikan dalam perdagangan dengan China selama kunjungannya ke Beijing.

Sementara itu, Uni Eropa mengalami lonjakan harga energi setelah menolak pasokan Rusia untuk mengurangi ketergantungan mereka pada Rusia. Gas alam pipa Rusia telah digantikan dengan gas alam cair (LNG) yang lebih mahal, sebagian besar bersumber dari AS dan Qatar. Hal ini berdampak pada beberapa pemilik pabrik di Jerman yang terpaksa tutup karena meningkatnya biaya operasional. Menurut laporan, 18.100 perusahaan Jerman diprediksi akan mengajukan kebangkrutan tahun ini, menandai peningkatan sebesar 23,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.