Banyak negara mulai mengurangi penggunaan dolar AS, yang disebut dedolarisasi. Fenomena ini mengancam keperkasaan dolar AS yang sudah berjalan selama lebih dari 100 tahun. Data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan cadangan devisa global berdenominasi dolar AS turun dari 71% pada 2000 menjadi 58,36% pada 2022. Cadangan devisa global mencapai US$ 11,09 triliun per akhir 2022, dengan dolar AS sebesar US$ 6,47 triliun, diikuti oleh euro, yen Jepang, dan poundsterling.
China adalah negara yang paling ambisius dalam menggunakan renminbi mereka untuk menggeser dolar AS. Mereka mengurangi kepemilikan surat utang pemerintah AS dan menjalin kesepakatan dengan Brasil untuk tidak lagi menggunakan dolar AS dalam perdagangan dan transaksi keuangan. India, Malaysia, dan Uni Emirat Arab juga mulai menggunakan mata uang lokal mereka dalam transaksi perdagangan. Dedolarisasi juga telah terjadi di Eropa dan ASEAN, dengan sejumlah negara sepakat untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi lintas batas. Sedangkan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) semakin mematangkan persiapan dalam menciptakan alat pembayaran baru untuk mengurangi penggunaan dolar atau euro.
Langkah ini dapat mengurangi pengaruh dolar AS di pasar global dan mempromosikan mata uang lokal negara-negara tersebut. Ini merupakan ancaman bagi keperkasaan dolar AS yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Semua negara memantau perkembangan fenomena dedolarisasi ini untuk mempersiapkan langkah-langkah alternatif yang bisa diambil terkait pengaruh ekonomi global.