Program Bedah RTLH, Apakah Ditetapkan dengan Tepat atau Tidak?

by -148 Views

Nusaperdana.com, Tanjungpinang – Ketika diwawancarai di Kantor Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertamanan Kota Tanjungpinang, Kepala Dinas Perkim, Agustiawarman, S.Sos, MM mengungkapkan sorotan terhadap permasalahan yang mengelilingi bantuan rumah yang tidak layak huni. Agustiawarman menegaskan bahwa semua laporan terkait rumah yang layak mendapatkan bantuan harus akurat dan mencerminkan kebutuhan yang sebenarnya.

Menurutnya, laporan-laporan ini berasal dari ketua RT di setiap wilayah, yang kemudian diteruskan ke kantor kelurahan sebelum disurvei oleh SKPD terkait. Proses ini dianggap penting untuk memastikan bahwa bantuan yang disalurkan benar-benar sampai kepada orang-orang yang membutuhkannya, tanpa adanya penyimpangan atau penyalahgunaan.

Agustiawarman juga menyatakan bahwa program bedah rumah tidak layak huni ini akan diprioritaskan untuk kelurahan yang berada di kawasan kumuh dan pihaknya sudah meminta database Rumah Tidak Layak Huni dari masing-masing kelurahan berdasarkan usulan-usulan kelurahan. Beberapa kelurahan telah memberikan data tersebut, jelasnya.

Namun, pertanyaan mendasar tetap ada: Apakah proses ini benar-benar memastikan bahwa bantuan tersebut tepat sasaran? Atau apakah ada potensi rumah-rumah yang sebenarnya layak mendapatkan bantuan tertinggal? Hal ini akan menjadi fokus utama di masa depan.

Di tempat terpisah, Agustri (46) melalui istrinya Rosi (40 tahun) warga tidak mampu yang tinggal di lingkungan RT 01/RW 10 Kelurahan Kampung Bulang, Kota Tanjungpinang, mengungkapkan bahwa mereka tinggal di rumah yang tidak layak huni. Atap bocor dan kayu, papan dinding di kamar sudah hancur.

“Masa hujan, rumah kami banjir dan air tergenang dari depan sampai belakang. Terutama saat hujan tengah malam, kami tidak bisa tidur karena harus membuang air yang meluber ke lantai,” ujarnya.

Mereka sangat berharap kepada RT dan pemerintah agar dapat mendapatkan bantuan bedah rumah dan memberikan solusi untuk mengatasi masalah rumah yang belum pernah mendapat bantuan bedah Rumah Tidak Layak Huni.

Agustri juga menyebutkan bahwa orang tuanya asli dari Kampung Bulang. Rumah yang mereka tempati sekarang merupakan warisan dari orang tua mereka.

Masyarakat berharap bahwa bantuan rumah tidak layak huni atau rumah dengan kondisi yang sangat memprihatinkan dapat direspon, bukan hanya sebagai slogan, tetapi benar-benar sebagai solusi bagi mereka yang sangat membutuhkannya. (Anes)