Nusaperdana.com, Bintan, Kepri – Dengan adanya aktivitas penambangan pasir di wilayah Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terus menggerus lingkungan.
Penambangan pasir ilegal tersebut dilakukan secara massif. Dampak dari kegiatan tersebut adalah kerusakan lingkungan dan tidak adanya kontribusi yang masuk ke kas Negara.
Diketahui penambangan pasir tersebut tidak memiliki izin yang telah dikeluarkan. Hal ini dikonfirmasi oleh salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya (mantan pemain tambang) saat dihubungi melalui panggilan telepon, pada Minggu pagi (11/8/2024).
“Ia mengungkapkan, koordinator tambang pasir yang diduga ilegal tersebut berinisial (B), menurut informasi saya tambang pasir yang dikelolanya ada tiga lokasi, yaitu di Malang Rapat, Tembeling dan Galang Batang,” ungkapnya.
Saat dihubungi melalui telepon seluler, pengurus tambang pasir inisial (B) mengakui, bahwa penambangan pasir yang dijalankannya ada 4 hingga 5 lokasi.
Dan saat ditanya mengenai izin, ia mengarahkan untuk berkoordinasi dengan seseorang berinisial (M) karena dia yang mengkoordinir ke sejumlah media.
Tidak berhenti di situ, awak media mencoba mencari informasi dari oknum wartawan di salah satu kedai kopi, yang mengaku bahwa malam sebelumnya ia dihubungi oleh seseorang berinisial (M) sekitar pukul 22:00 WIB Sabtu malam (10/8) untuk bertemu di sekitar Batu Sepuluh Kota Tanjungpinang.
“Oknum wartawan tersebut mengakui bahwa dia bertemu dengan inisial (M) dan menerima sejumlah uang. Saat ditanya oleh awak media, uang tersebut untuk apa? Dengan jujur ia mengatakan bahwa itu adalah uang jatah dari hasil penambangan pasir,” ungkap oknum tersebut.
Wartawan dari media nusaperdana.com mencoba melakukan konfirmasi dengan Kasi Humas Polres Bintan, Iptu Missyamsu Alson, mengenai tambang pasir ilegal di wilayah hukum Polres Bintan. Alson menyatakan bahwa Polres Bintan akan tetap komitmen dan akan menindak sesuai aturan jika terdapat penambangan pasir ilegal.
Penambangan pasir ilegal yang merusak lingkungan dapat dianggap sebagai skandal kejahatan terorganisir yang melibatkan bos penambang, pekerja, penggarap lahan, pemilik lahan atau kuasanya, serta dugaan pembiaran oleh oknum aparat penegak hukum. (Anes).