Jepang melakukan manuver keras terhadap Israel. Ini terjadi ketika Tel Aviv terus melanjutkan serangannya di Gaza, Palestina, yang telah menewaskan sekitar 40 ribu warga sipil dan merusak 70% infrastruktur di wilayah tersebut.
Wali Kota Nagasaki, Shiro Suzuki, tidak mengundang Israel ke upacara peringatan jatuhnya bom atom di kota Nagasaki pada tahun 1945. Suzuki menyebut keputusan ini diambil karena belum ada gencatan senjata di Gaza.
Suzuki mengirim surat kepada Israel yang meminta gencatan senjata di Gaza. Undangan untuk Israel hadir ke upacara perdamaian tahunan ditunda karena ‘situasi yang tidak terduga’.
Duta Besar Israel untuk Jepang, Gilad Cohen, menilai keputusan ini sangat disesalkan dan mengirimkan pesan yang salah kepada dunia.
Di sisi lain, Duta Besar AS untuk Jepang, Rahm Emanuel, juga tidak akan hadir dalam upacara peringatan Nagasaki sebagai protes karena Israel tidak diundang. Mereka memilih untuk menghadiri pertemuan doa di kuil Tokyo bersama duta besar Israel Gilad Cohen dan Dubes Inggris untuk Jepang Julia Longbottom.
Hiroshima telah mengundang Israel ke upacara tahunannya pada tanggal 6 Agustus, namun meminta adanya gencatan senjata di Gaza. Namun, undangan bagi Israel dianggap kontroversial di kalangan aktivis dan kelompok penyintas bom atom.
Jepang menyaksikan banyak demonstrasi dan protes terhadap perang Israel di Gaza, dengan sejumlah aktivis menyerukan agar Negeri Sakura menghentikan hubungan militer dengan Tel Aviv.
Israel telah menghadapi kecaman internasional karena serangan brutalnya di Gaza sejak Oktober 2023. Setidaknya 40.000 warga Palestina telah tewas dan hampir 91.000 orang terluka.
Di Mahkamah Internasional, Israel dituduh melakukan genosida dan diminta untuk menghentikan operasi militer di Rafah, Gaza Selatan, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mengungsi.
Artikel ini mengenai manuver keras Jepang kepada Israel dalam konteks serangan di Gaza dapat disimak lebih lanjut di sumber aslinya (sumber).