Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa rasio utang per Juli 2024 kembali turun menjadi 38,68% terhadap PDB. IMF juga diprediksi menganggap bahwa rasio ini akan semakin membaik di tahun berikutnya.
Pemerintah menilai bahwa nilai 38,68% masih jauh dari batas aman yaitu 60% yang diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Secara struktur, utang Pemerintah juga masih dianggap sehat.
Pada akhir Juli 2024, profil jatuh tempo utang Pemerintah dianggap aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo selama 8 tahun. Komposisi utang Pemerintah sebagian besar terdiri dari SBN Domestik sebesar 70,49%, SBN Valas sebesar 17,27%, dan pinjaman sebesar 12,24%.
Kepemilikan SBN Domestik dipegang oleh Lembaga Keuangan sekitar 39,6%, Bank Indonesia sekitar 24,3%, oleh Asing hanya sekitar 14,0%, investor individu sekitar 8,7%, dan sisanya dipegang oleh institusi domestik lainnya.
Pemerintah terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien guna meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
Selain itu, utang juga dianggap sebagai alat strategis dalam mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, yang bermanfaat dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap guncangan global.
Komitmennya diakui oleh lembaga internasional. IMF dalam Article IV Consultation tahun 2024 menegaskan bahwa Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan sambil tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut IMF, utang Pemerintah diproyeksikan akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 38,3% PDB dalam jangka menengah, terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif. S&P Global Ratings juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level ‘BBB’ dengan prospek stabil, mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.
Pemerintah terus berupaya menurunkan rasio utang terhadap PDB melalui optimalisasi pendapatan negara melalui efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan.
Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang (netto) direncanakan sebesar Rp775,9 triliun untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun 2025 diperkirakan sebesar 37,82% – 38,71% PDB. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 juga direncanakan sebesar 12,32% PDB. Selain itu, Pemerintah terus mendorong pembiayaan anggaran yang inovatif melalui skema KPBU yang sustainable dan lebih massif serta penguatan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF.
Rasio utang Pemerintah terhadap PDB dari tahun 2014 hingga 2019 berada dalam kisaran 24,68% PDB hingga 30,23% PDB. Meskipun mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19, Pemerintah berhasil mengendalikan laju kenaikan utang Pemerintah sejak tahun 2021 hingga kini. Pada tahun 2023, utang Pemerintah tercatat sebesar 39,21% PDB. Rasio utang Indonesia tahun 2023 juga lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia (67,3% PDB), Tiongkok (83,6% PDB), dan India (82,7% PDB).