Misteri Terpecahkan! Orang Kaya Mendadak Jadi Kelas Menengah dengan Harta 8,5 Juta

by -38 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia mencatat bahwa 8,5 juta kelas menengah turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah dalam periode 2018-2023. Jumlah kelas menengah RI diperkirakan akan turun menjadi 52 juta jiwa pada tahun 2023, dibandingkan dengan 60 juta jiwa pada tahun 2018.

Kelompok ini mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak atau masih bergantung pada pekerjaan informal, sehingga daya beli mereka rentan dan tergerus oleh inflasi.

Peneliti LPEM UI, Teuku Riefky, mencatat bahwa kelas menengah memberikan kontribusi lebih dari 75% angkatan kerja di Indonesia. Namun, sebagian besar calon kelas menengah atau aspire middle class (AMC) dan kelas menengah bekerja di sektor dengan produktivitas rendah, seperti pertanian dan jasa bernilai tambah rendah.

Riefky menyebutkan bahwa pada tahun 2014, proporsi calon kelas menengah dan kelas menengah yang bekerja di dua sektor tersebut adalah 72,6%. Pada tahun 2023, angka ini hanya sedikit berubah menjadi 72,3%.

Dia mengindikasikan bahwa tidak terjadi perbaikan signifikan dalam mobilitas tenaga kerja menuju sektor yang lebih produktif. Hal ini tercermin dari proporsi kelas menengah yang bekerja di sektor jasa bernilai tambah tinggi yang hanya sedikit meningkat, dengan sebagian besar dari mereka beralih ke sektor pertanian. Selain itu, proporsi kelas menengah yang bekerja di sektor manufaktur juga mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.

Riefky juga menyoroti fakta bahwa lebih dari separuh pekerja kelas menengah masih bekerja di sektor jasa bernilai tambah rendah. Dalam sepuluh tahun terakhir, sebagian besar kelas menengah yang berhasil keluar dari sektor jasa bernilai tambah rendah, justru masuk ke sektor serupa, yaitu pertanian.

Menurut Riefky, konsentrasi yang tinggi pekerja calon kelas menengah dan kelas menengah pada sektor bernilai tambah rendah merupakan hal yang mengkhawatirkan. Sebab, sektor-sektor ini cenderung memberikan upah yang rendah dan bersifat informal, sehingga kepastian dalam bekerja rendah dan jaminan sosial minim.

Lebih lanjut, Riefky menyatakan bahwa situasi ini menunjukkan kurangnya penciptaan lapangan kerja atau adanya hambatan struktural yang menghalangi kelas menengah dan calon kelas menengah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Jika masalah ini tidak segera diatasi, calon kelas menengah dan kelas menengah berisiko mengalami penurunan pendapatan dan kualitas pekerjaan yang buruk di masa depan.

Artikel tersebut juga membahas perubahan struktur tenaga kerja di Indonesia setelah pandemi Covid-19, di mana jumlah pekerja informal meningkat sehingga melemahkan daya beli masyarakat. Selain itu, artikel juga mengomentari pergeseran pola kerja dan perkembangan teknologi yang mempengaruhi struktur tenaga kerja di Indonesia.

Para ekonom dari LPEM UI dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia memperkirakan bahwa penyusutan jumlah kelas menengah di Indonesia merupakan hal yang mengkhawatirkan, mengingat kelas menengah merupakan pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Referensi: CNBC Indonesia