Sri Mulyani Peringatkan Potensi Gangguan Ekonomi ASEAN karena Perubahan Iklim

by -21 Views

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti kerentanan kawasan ASEAN terhadap dampak perubahan iklim. Menurut proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB), PDB ASEAN ini berisiko turun hingga 11% akibat perubahan iklim. Meskipun, saat ini, ASEAN menyumbang 7% emisi karbon global, tetapi Sri Mulyani menilai ASEAN memiliki peluang untuk mengatasi efek perubahan iklim.

“Dengan keragaman perekonomian ASEAN, selalu ada peluang untuk mengatasi perubahan iklim. Namun, secara bersamaan selalu ada tantangan untuk memastikan bahwa setiap negara anggota ASEAN memiliki kemampuan dan kecukupan dana untuk mengatasi isu perubahan iklim,” ungkap Sri Mulyani dalam Decarbonisation Opportunities in ASEAN’ pada ajang Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024), dikutip Rabu (11/9/2024).

Akibat tantangan keterbatasan ini, dia menilai dekarbonisasi di kawasan ASEAN juga harus memprioritaskan optimalisasi investasi publik dan swasta, karena upaya ini bisa memakan biaya yang sangat mahal. Sri Mulyani mengaku senang mengetahui bahwa taksonomi ASEAN untuk keuangan berkelanjutan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja yang berharga bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya dekarbonisasi, terutama dalam mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan yang dapat mendukung tujuan penghindaran perubahan iklim.

Sementara itu, dia mengungkapkan Indonesia menetapkan 31,89% sebagai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030 tanpa bantuan internasional. Sedangkan, target penurunan emisi GRK Indonesia dengan bantuan internasional pada tahun 2030 ditetapkan sebesar 43,2%. Untuk itu Indonesia memerlukan dana US$ 281 miliar.

“Meski pemerintah tentu saja memainkan peran yang sangat penting dan utama, sektor swasta sebenarnya perlu melangkah maju dan akan terus memainkan peran yang jauh lebih signifikan. Mereka dapat terlibat melalui pengurangan emisi karbon dengan juga mengadopsi ESG, praktik keberlanjutan, dan juga mendanai teknologi hijau,” ujarnya.

Bahkan, menurutnya, peran sektor swasta beserta lembaga filantropi, lembaga keuangan multilateral, dan komunitas internasional tidak hanya penting, tetapi juga menjadi suatu keharusan.