Putin Bersiap untuk Meluncurkan Senjata Nuklir, Bagaimana NATO Menanggapi Hal Ini?

by -260 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Dinamika terus mewarnai eskalasi antara Rusia dengan negara-negara Barat yang tergabung dalam aliansi NATO. Terbaru, Presiden Rusia Vladimir Putin mengubah doktrin nuklir negara tersebut.

Dalam sebuah perubahan doktrin, Rabu, Putin memungkinkan penggunaan nuklir untuk menanggapi peluncuran rudal atau pesawat nirawak besar-besaran yang melintasi perbatasan negaranya. Ini terjadi saat Ukraina terus menyerang Rusia dengan persenjataan yang disediakan negara-negara Barat.

“Ancaman kritis terhadap kedaulatan Rusia dapat dilakukan oleh kekuatan non nuklir dengan partisipasi dari kekuatan nuklir,” ungkapnya dikutip Newsweek, dikutip Jumat (27/9/2024).

Tidak ada negara yang disebutkan. Namun menurut Newsweek, konteksnya jelas, karena perang ini telah melihat peningkatan penggunaan rudal Amerika, Inggris, dan Prancis oleh Ukraina terhadap target-target Rusia.

Pesan ini sendiri serupa dengan sejumlah propagandis Moskow yang selalu meminta peluncuran nuklir ke negara-negara Barat. Namun seorang sumber Rusia menyebut perubahan ini tidak ditujukan kepada siapapun.

Gustav Gressel, peneliti kebijakan senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, menanggapi berbeda manuver Putin soal nuklir. Menurutnya, ini hanyalah sekedar gertakan karena ia berpandangan bila Rusia serius, seharusnya dunia telah memasuki perang nuklir.

“Jadi, secara teknis tidak ada peluang untuk mempertimbangkan omong kosong ini. Doktrin nuklir resmi Rusia sangat fleksibel di masa lalu. Hampir semua hal bisa dibengkokkan ke dalamnya,” ucapnya.

Dalam sebuah makalah untuk Pusat Studi Keamanan Stockholm yang diterbitkan pada bulan Juni, Gressel menulis bahwa indikator Putin akan ‘garis merah’ Rusia juga memandang sisi bagaimana Kremlin perlu menghitung sejumlah biaya dalam meluncurkan senjata nuklir.

“Namun, dalam prakteknya, apakah Rusia menggunakan senjata nuklir atau tidak bergantung pada kalkulasi biaya-risiko. Ini termasuk apakah serangan nuklir membuat situasi Rusia lebih baik atau lebih buruk,” tambahnya.

Meski begitu, Gressel mengakui bahwa muncul ketakutan di negara-negara NATO soal perubahan doktrin nuklir ini. Sejumlah anggota NATO bahkan telah meningkatkan postur keamanannya.

“Kegaduhan nuklir baru-baru ini oleh Rusia merupakan tanda Kelemahan Barat. Mereka tampaknya berpikir bahwa ancaman balasan Biden yang dibuat untuk kasus pelepasan nuklir Rusia tidak sepenuhnya kredibel,” tuturnya.

“Jika NATO tertipu, kita akan benar-benar mendapat masalah. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menunjukkan jari tengah yang besar kepada Kremlin, dalam berbagai corak, ukuran, dan bentuk,” katanya.

Sementara itu, Wakil Direktur Program Rusia Foundation for the Defense of Democracies (FDD), John Hardie, mengungkapkan bahwa hal ini tidak mungkin berdampak banyak pada perang di Ukraina. Menurutnya, belum ada ancaman yang begitu dapat menggoyang Rusia hingga dapat menurunkan senjata nuklir.

“Rusia sejauh ini belum memutuskan untuk menggunakan senjata nuklir taktis di Ukraina, dan saya tidak benar-benar melihat perubahan itu, kecuali ada semacam pemicu potensial utama yang lebih mungkin berupa semacam keruntuhan besar, seperti yang mengancam cengkeraman Rusia di Krimea,” tuturnya.

(sef/sef)