Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan tidak akan menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025. Meskipun demikian, para ekonom mengingatkan agar pemerintah tetap konsisten dalam kebijakan CHT pada 2026 mendatang. Belajar pada 2019 silam, kebijakan tersebut tidak diikuti dengan lonjakan tarif di tahun berikutnya.
“Pada 2019, tidak ada kenaikan cukai. Tapi di 2020 kenaikannya double digit, dua kali lipat. Jadi, kita harapkan nanti di 2026 tetap [tidak ada kenaikan cukai]. Jangan sampai kita mengulang hal yang sama di tahun 2020, di mana Indonesia digempur habis-habisan dengan kenaikan cukai,” kata Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho, Rabu (2/10/2024).
Stabilitas kebijakan sangat penting bagi industri tembakau terutama mengingat fenomena downtrading, adalah fenomena konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Kebijakan cukai 2025 perlu difokuskan untuk memberi ruang adaptasi bagi industri dan mencegah downtrading terjadi semakin jauh.
Namun demikian, ada kebijakan lain yang masih menghantui industri tembakau, yakni rencana Kementerian Kesehatan untuk menerapkan aturan kemasan polos tanpa merek yang tertera Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
“Rancangan aturan ini efeknya pada downtrading, golongan 1 akan downtrading ke golongan 2, dari golongan 2 pasti akan ke ilegal. Sudah tidak ada pembedanya lagi, masyarakat hanya melihat dari segi harga,” ujar Andry.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2025 memang dapat dilihat sebagai upaya untuk melindungi industri tembakau dan tenaga kerjanya.
“Keputusan ini memberikan ruang bagi industri untuk beradaptasi dari berbagai tantangan ekonomi yang ada, termasuk fenomena downtrading di mana konsumen beralih ke rokok yang lebih murah,” jelas Direktur Eksekutif Indonesian Budget Center (IBC), Elizabeth Kusrini.
Ia juga menyoroti risiko dari rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang dapat mempersulit pengawasan terhadap rokok ilegal. Rancangan peraturan menteri kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
“Kami khawatir kebijakan ini akan memperparah peredaran rokok ilegal, yang sulit dikendalikan tanpa adanya pengawasan yang ketat. Ini tentu akan mengancam penerimaan negara, yang selama ini sangat bergantung pada cukai rokok,” katanya.
Sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak sepakat dengan usulan Kementerian Kesehatan yang berencana menerapkan kebijakan kemasan rokok polos.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pernyataan ketidaksepakatan itu telah disampaikan secara langsung ke Kementerian Kesehatan.
“Dari sisi kami Kemenkeu memberikan masukan juga ke Kemenkes bahwa kalau kemudian rokok jadi polos pandangan kami ada risiko dari aspek pengawasan,” kata Askolani saat konferensi pers di Jakarta, Senin (23/9/2024).
Penerapan rokok putih itu bisa menyebabkan permasalahan dari sisi pengawasan karena sulit membedakan jenis dan golongan rokok tersebut.
“Sebab kita tak bisa membedakan jenis rokok yang kemudian itu menentukan golongan dan juga bisa menjadi basis kita untuk pengawasan,” ucap Askolani.
“Risiko itu bisa menjadi nyata kalau kemudian ini kemasan disamakan. Kita tak bisa kasat mata membedakan jenis dan rokoknya apalagi nanti isinya yang kemudian itu menjadi deteksi awal kita dari jenis kemasan yang ada saat ini,” tegasnya.
Klik link berikut untuk informasi lebih lanjut: [Kemasan Polos Tanpa Merek Ancam Industri Tembakau](https://cnbcindonesia.com/news/20240919200746-8-573151/video-kemasan-polos-tanpa-merek-ancam-industri-tembakau)
**(hoi/hoi)**