Pemerintah mengimbau pekerja swasta untuk menerapkan sistem kerja Flexible Working Arrangement (FWA) atau Work From Anywhere (WFA) pada 24-27 Maret 2025 guna mengurangi kepadatan arus mudik menjelang Idul Fitri. Namun, dunia usaha menilai bahwa kebijakan ini tidak bisa diterapkan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan berbagai aspek operasional perusahaan. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, menyatakan bahwa kebijakan ini kurang cocok untuk perusahaan swasta. Dia juga menekankan bahwa model kerja WFA telah lama diterapkan untuk beberapa jenis pekerjaan tertentu, seperti sales atau marketing freelance/digital, konsultan, desain, pendidikan online, jasa translasi, riset, dan pengembangan. Namun, bagi pekerjaan yang terkait dengan administrasi, keuangan, dan sejenisnya, penerapan WFA mungkin sulit.
Diana menegaskan bahwa WFA bisa menjadi opsi bagi perusahaan dengan fleksibilitas kerja tinggi tetapi penerapannya secara luas berisiko bagi perusahaan swasta. Dia juga menyoroti risiko kebijakan WFA, seperti kurangnya pengawasan terhadap karyawan, kesulitan membangun tim kerja yang solid, hambatan dalam komunikasi, potensi kebocoran informasi internal perusahaan, penurunan produktivitas, dan potensi pelanggaran aturan perusahaan. Lebih lanjut, Diana menekankan bahwa penerapan FWA atau WFA bagi PNS juga memiliki konsekuensi, terutama dalam hal pelayanan publik.
Dia menyarankan perusahaan untuk mempertimbangkan sistem cuti bergantian sebagai alternatif untuk mengantisipasi kemacetan jelang Idul Fitri. Sebelumnya, Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) telah mendorong masyarakat untuk mudik lebih awal guna menghindari kemacetan, serta mengimbau perusahaan swasta untuk menerapkan FWA atau WFA bagi pekerja yang memungkinkan. Juru Bicara PCO, Adita Irawati, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk ASN, namun juga untuk karyawan di perusahaan swasta yang dapat memberlakukan kebijakan internal masing-masing untuk pelaksanaan FWA bagi sebagian karyawan yang memungkinkan.