Kebijakan kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah berdampak pada Indonesia dengan tarif sebesar 32%. Pemerintah Indonesia merespons dengan mengirimkan utusan untuk melakukan negosiasi dengan AS. Menanggapi hal ini, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menekankan pentingnya klarifikasi terkait barang-barang AS yang dikenakan pajak sebesar 64% saat dijual di Indonesia. Menurutnya, negosiasi perlu dilakukan untuk menurunkan tarif tersebut agar dapat terbukti bahwa tarif yang dikenakan dapat lebih rendah, yakni 15%.
Jusuf Kalla juga menjelaskan bahwa tarif 32% yang dikenakan pada harga impor barang tidak seluruhnya berdampak pada harga jual yang dibayar oleh masyarakat, melainkan hanya sekitar 10%. Indonesia, dengan posisinya yang berbeda dengan China, tidak mampu memberikan tarif impor balasan kepada AS karena China lebih dominan dalam mengekspor barang ke AS. JK menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu memberlakukan tarif balasan terhadap AS karena dampaknya tidak signifikan, hanya sekitar 10% dari total ekspor Indonesia.
Dengan demikian, meskipun Indonesia terdampak kebijakan kenaikan tarif impor AS, negosiasi dan klarifikasi perlu dilakukan agar tarif yang dikenakan dapat dikurangi. Indonesia tidak perlu membalas tarif impor terhadap AS, mengingat dampaknya yang tidak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.