Generasi muda China saat ini mengalami kesulitan dalam menemukan pekerjaan sesuai dengan jurusan kuliah mereka. Banyak pencari kerja di China, seperti Hu Die, Li Mengqi, dan Chen Yuyan, merasa sulit untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka setelah lulus dari universitas. Hal ini sejalan dengan laporan CNA yang berjudul “Mengapa Sarjana Muda Banyak Menganggur di China”.
Menurut Zak Dychtwald dari Young China Group, para generasi muda ini menghadapi krisis pasar kerja di China karena ketidaksesuaian antara keahlian yang mereka miliki dan pekerjaan yang tersedia. Meskipun lulusan dari universitas elite dan bidang automasi dicari, mereka masih sulit mendapatkan pekerjaan sesuai keahlian karena meningkatnya persaingan di pasar kerja. Fenomena ini telah menciptakan istilah “anak dengan ekor busuk” yang menggambarkan sarjana muda yang mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan harus bergantung pada orang tua.
Tidak hanya itu, pergeseran budaya juga memengaruhi sikap generasi muda terhadap pekerjaan. Mereka lebih enggan menerima pekerjaan berkualitas rendah atau tidak stabil, serta tidak tertarik untuk memulai usaha kecil. Hal ini menurut Eli Friedman dari Cornell University telah menciptakan istilah “merunduk” atau tangping, di mana generasi muda mundur dari persaingan kerja yang hiperkompetitif.
Dampak psikologis dari pengangguran berkepanjangan juga sangat terasa, terutama pada lulusan yang sebelumnya dijanjikan masa depan yang stabil. Hal ini menciptakan ketidakpastian ekonomi, menghilangkan martabat, dan meruntuhkan tujuan hidup para lulusan. Dengan jumlah lulusan universitas di China yang semakin meningkat, pemerintah China menyadari bahwa solusi untuk menangani tantangan lapangan pekerjaan di negara tersebut sangat mendesak.