Di tengah konflik yang telah berlangsung selama dua tahun, Sudan kini terpecah menjadi dua kekuatan bersenjata yang saling bertikai, menciptakan serangkaian kekejaman mengerikan di daerah Darfur. Lebih dari 200 warga sipil dilaporkan tewas dalam serangkaian serangan brutal oleh pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di kamp-kamp pengungsian dan sekitar kota El Fasher, wilayah Darfur yang masih berada di bawah kendali tentara Sudan.
Serangkaian kekejaman keji ini juga menjangkiti kota Um Kadadah, di mana RSF dilaporkan telah membunuh minimal 56 warga sipil dalam dua hari setelah merebut kota tersebut dari pasukan pemerintah. Para korban tampak menjadi sasaran serangan karena latar belakang etnis mereka.
Serangan terhadap kamp-kamp pengungsian Zamzam dan Abu Shouk, yang menampung lebih dari 700.000 warga sipil yang sebelumnya mengungsi akibat kekerasan dan kelaparan, menjadi sorotan internasional. Di Zamzam, seluruh staf medis dari Relief International tewas dalam serangan yang dimaksudkan untuk merusak akses layanan kesehatan bagi para pengungsi.
Berbagai pihak termasuk PBB mengutuk serangan-serangan ini yang secara terkoordinasi dilancarkan baik dari darat maupun udara, memicu pertempuran sengit dan menciptakan bencana kemanusiaan baru. Tragedi ini memberi tekanan pada Konferensi Sudan tingkat menteri yang akan diadakan di London, di mana banyak pihak mengharapkan tanggapan serius terhadap kekejaman dan keadaan darurat yang terjadi.