Forever 21, perusahaan ritel fashion asal Amerika Serikat (AS), kini menghadapi babak baru dalam rencana restrukturisasi dengan menyisihkan pemasok, vendor, dan kreditor terlebih dahulu. Pada bulan Januari, SPARC Group yang dimiliki oleh JCPenney mengakuisisi Forever 21. Namun, dalam pengajuan pengadilan terbaru, komite kreditor mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut mewajibkan Forever 21 untuk melunasi utang pada JCPenney.
Para pemasok menjadi khawatir karena hal ini bisa membuat pembayaran kembali gugur, mengakibatkan kerugian yang harus ditanggung sebelum akuisisi terjadi. Diketahui bahwa Forever 21 mengajukan kebangkrutan untuk kedua kalinya dalam enam tahun terakhir dengan utang mencapai US$ 1,6 miliar. Rencana restrukturisasi yang diajukan akan membayar kreditor tidak aman sebesar 3% hingga 6% dari klaim mereka.
Kondisi lingkungan usaha yang sulit, seperti penurunan lalu lintas mal dan persaingan online yang semakin ketat, telah memberikan tekanan pada Forever 21. Perusahaan ini juga menghadapi hambatan kompetitif dari pengecualian “de minimis” dalam impor barang dari China tanpa bea cukai. Namun, adanya perintah eksekutif dari Presiden AS Donald Trump yang mengakhiri pengecualian de minimis bisa memberikan perubahan positif.
Authentic Brands Group, pemilik kekayaan intelektual Forever 21, sedang mempertimbangkan untuk melisensikan kembali aset-aset intelektual tersebut. Langkah ini diharapkan dapat mempertahankan eksistensi merek Forever 21 di AS dalam kapasitas tertentu. Selain itu, situasi ini juga menjadi bahan pertimbangan bagi pelaku industri ritel lainnya untuk terus mengamati perkembangan yang terjadi.