Dalam sebuah penelitian terbaru dari Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF), disebutkan bahwa Amerika Utara saat ini menyumbang 82,5% dari kekuatan penambangan Bitcoin global. Data tersebut diambil dari survei yang melibatkan 49 perusahaan pertambangan di 23 negara yang menghasilkan hampir setengah dari total hashrate jaringan Bitcoin.
Menurut informasi dari cryptopotato, studi tersebut menunjukkan adanya peningkatan penggunaan energi berkelanjutan di industri pertambangan Bitcoin. Sekitar 52,4% dari para penambang Bitcoin sekarang menggunakan energi terbarukan, meningkat dari 37,6% pada tahun 2022. Meskipun efisiensi peralatan pertambangan telah meningkat sebesar 24%, konsumsi listrik tahunan jaringan naik sebesar 17% menjadi 138 TWh, yang setara dengan sekitar 0,54% dari total penggunaan listrik global.
Biaya operasional yang dominan bagi para penambang Bitcoin masih adalah listrik, mencakup lebih dari 80% dari biaya berbasis tunai. Tarif rata-rata listrik dilaporkan sebesar USD 45 per MWh. Emisi gas rumah kaca industri kripto diperkirakan mencapai 39,8 juta metrik ton CO₂ setiap tahun, yang setara dengan 0,08% dari total emisi global.
Terkait perangkat keras pertambangan, pasar didominasi oleh beberapa perusahaan, di mana Bitmain sebagai produsen ASIC terkemuka menguasai sekitar 82% dari pasar. Selain itu, sekitar 86,9% peralatan yang dinonaktifkan didaur ulang atau digunakan kembali, dengan perkiraan limbah elektronik terkait pertambangan mencapai 2,3 kiloton pada tahun 2024.
Beberapa langkah mitigasi iklim juga dilaporkan dilakukan oleh penambang Bitcoin, seperti pemulihan panas buangan dan respons sisi permintaan (DSR), dengan penurunan beban sebesar 888 GWh pada tahun 2023. Studi ini juga menyatakan bahwa angka emisi gas rumah kaca dapat turun menjadi 32,9 juta ton jika gas suar digunakan untuk operasional pertambangan.