Kemandirian Antariksa dan Sinergi Antar Lembaga untuk Indonesia Mandiri

by -19 Views

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) telah menggelar diskusi publik yang membahas tentang “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global” pada Hari Selasa (27/05) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI.

Dalam kata sambutannya, Dekan FISIP UI, Prof. Semiarto Aji Purwanto menyoroti pentingnya Kemandirian Antariksa dan inisiatif yang dilakukan oleh CIReS FISIP UI dalam menyelenggarakan seminar ini. “Kemandirian Antariksa bukanlah sekedar pilihan, namun merupakan suatu keharusan bagi Indonesia guna menjaga kedaulatan di tengah persaingan global yang semakin ketat. Oleh karena itu, FISIP UI berkomitmen untuk mendukung pengembangan kapasitas Indonesia di bidang strategis, termasuk di dalamnya Kemandirian Antariksa,” ucapnya.

Sebagai pembicara utama, Prof. Thomas Djamaluddin (Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Antariksa (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional) menerangkan bagaimana Indonesia dapat mencapai Kemandirian Antariksa di tengah rivalitas global. Beliau menyoroti pentingnya kebijakan dan program antariksa nasional sebagai upaya untuk mewujudkan kemandirian, kemajuan, dan keberlanjutan dalam kegiatan antariksa. Hal ini dipercayakan melalui peningkatan riset, pengembangan, dan rekayasa teknologi penerbangan dan antariksa, serta melalui pembangunan bandar antariksa di wilayah Indonesia.

“Indonesia memiliki cita-cita pada rencana induk keantariksaan tahun 2040 yang meliputi perkembangan industri aeronautika nasional, industri roket dan satelit nasional. Demi mewujudkan cita-cita ini, satelit nasional memerlukan Earth Observation System (EOS) yang berguna untuk berbagai keperluan seperti telekomunikasi, navigasi, pemetaan tata ruang, pengawasan lingkungan, dan penanganan bencana,” ungkap Prof. Thomas.

Kemandirian Antariksa semakin menjadi faktor penentu kekuatan dan kedaulatan suatu negara dalam era global ini. Penguasaan ruang angkasa tidak hanya sebagai simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga memiliki arti strategis dalam aspek pertahanan, keamanan, ekonomi, dan pembangunan nasional.

Dalam lingkup global, kemajuan teknologi antariksa berjalan seiring dengan munculnya aktor-aktor baru non-negara, seperti perusahaan swasta, yang bersaing dalam menciptakan teknologi terbaru untuk eksplorasi dan pemanfaatan ruang antariksa.

Asra Virgianita, Ph.D. (Wakil Direktur Center for International Relations Studies (CIReS) LPPSP FISIP UI) menjelaskan bahwa pembangunan ruang antariksa seringkali lebih memprioritaskan aspek ekonomi daripada dampak lingkungan. Selain itu, ia menyoroti bahwa perebutan kekuasaan politik dan ekonomi atas sumber daya luar angkasa menjadi persoalan penting dalam persaingan global antara negara-negara besar seperti AS, Cina, dan negara berkembang.

Lebih lanjut, Asra menyampaikan bahwa dominasi negara maju dan perusahaan swasta dalam industri ruang angkasa global telah membentuk paradigma baru dalam pemanfaatan teknologi antariksa. Negara-negara berkembang seringkali memiliki akses terbatas terhadap manfaat teknologi dan komersialisasi antariksa akibat kontrol sumber daya oleh negara-negara kaya.

“Pemiskinan ganda bagi negara-negara Selatan Global baik di Bumi maupun di antariksa menjadi realitas yang menghambat pembangunan dan kesetaraan. Di Bumi, tantangan ketergantungan ekonomi dan marginalisasi politik seringkali dipengaruhi oleh sistem global yang tidak selalu adil bagi negara-negara berkembang. Di antariksa, terbatasnya akses teknologi dan monopoli sumber daya oleh negara maju turut merugikan bagi negara-negara berkembang,” tutur Asra.

Situasi geopolitik dunia menempatkan kekuatan luar angkasa sebagai faktor penentu posisi suatu negara di tingkat global. Oleh karena itu, Indonesia perlu aktif dalam membangun kapasitas nasional serta kebijakan yang relevan dalam menghadapi persaingan di ruang antariksa.

Prof. Dr. Fredy B. L. Tobing (Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UI) menjelaskan cara Indonesia dapat memanfaatkan diplomasi antariksa untuk memperkuat posisinya di tingkat regional dan global. “Indonesia perlu menetapkan agenda pengembangan ruang antariksa tanpa jatuh ke dalam kategori ‘third tier countries’, yakni negara-negara yang memiliki kebijakan dan investasi di bidang antariksa namun tidak memiliki teknologi dan fasilitas peluncuran yang memadai,” katanya.

“Sebagai anggota United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS), Indonesia harus memanfaatkan dan meningkatkan kapasitas di bidang IPTEK dan antariksa. Keterlambatan atau ketidakterlibatan dalam bidang ini akan berisiko meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap negara lain serta membatasi kemampuan nasional dalam melindungi kepentingan strategisnya,” tambah Prof. Fredy.

Indonesia, dengan potensi sebagai negara kepulauan yang strategis secara geografis, memiliki kesempatan besar untuk berperan aktif dalam tata kelola ruang antariksa di tingkat regional maupun global. Hal ini sejalan dengan prinsip Indonesia yang mengutamakan penggunaan ruang angkasa untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Namun, optimalisasi potensi ini masih terkendala oleh kurangnya koordinasi kebijakan, lembaga, dan sumber daya yang mendukung ekosistem antariksa nasional.

Selain itu, hadir pula narasumber lain seperti Anggarini Surjaatmadja, MBA (Asosiasi Antariksa Indonesia), Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E. (Wakil Ketua Komisi I DPR RI), dan Yusuf Suryanto, S.T., M.Sc. (Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Kementerian PPN/Bappenas) yang turut memberikan pandangan dan solusi terkait pembangunan ruang antariksa Indonesia ke depannya.

Sumber: FISIP UI Bahas Kemandirian Antariksa Indonesia Dan RUU Ruang Udara Dalam Sorotan Global
Sumber: FISIP UI Mengadakan Diskusi Publik Kemandirian Antariksa Indonesia Di Tengah Rivalitas Global