Gempuran barang-barang impor dari China berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi di dalam negeri. Menurut sejumlah ekonom, kemungkinan terjadi ‘Tsunami’ PHK ke depan sebagai dampak dari persaingan industri dalam negeri dengan barang impor dari China. Defisit neraca perdagangan antara Indonesia dengan China memburuk hingga April 2025, dengan meningkatnya defisit neraca ekspor-impor yang mencapai US$ 6,28 miliar. Pertumbuhan impor barang dari China naik 22,44% menjadi senilai US$ 25,77 miliar, sementara ekspor hanya tumbuh 7% menjadi US$ 18,87 miliar selama periode yang sama.
Impor barang-barang dari China terus meningkat dan berpotensi merugikan struktur ekonomi Indonesia, terutama dengan dominasi barang-barang konsumsi dan modal, yang menunjukkan kelemahan industri lokal dalam berproduksi secara independen. Sejumlah kategori impor dari China mengalami peningkatan signifikan, seperti mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Para ekonom juga memperingatkan bahwa terus meningkatnya impor bisa membuat neraca transaksi berjalan kembali defisit, berdampak pada nilai tukar rupiah, serta menambah beban fiskal dan moneter. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis dalam perdagangan dan substitusi impor yang mendukung industri nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Banjirnya barang impor, terutama dari China, dikhawatirkan akan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri dan berpotensi meningkatkan jumlah PHK. Sejumlah data menunjukkan peningkatan jumlah PHK yang mencapai ribuan orang dalam beberapa bulan terakhir akibat persaingan industri dengan barang-barang impor. Adanya risiko meningkatnya impor juga dapat membuat industri di Indonesia lebih memilih menjadi importir daripada produsen, berpotensi menggerus lapangan kerja berkualitas di sektor padat karya.