Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Israel dan Iran berpotensi memberikan dampak negatif pada Indonesia, terutama dari segi ekonomi jika tensi konflik memburuk. Salah satu dampaknya adalah beban subsidi energi yang tinggi akibat potensi kenaikan harga minyak dunia dalam waktu dekat.
“Ada prediksi kenaikan harga minyak hingga mencapai US$90 per barel. Namun, kita tidak bisa memprediksi sejauh mana eskalasi konflik ini. Kenaikan harga komoditas energi dan pangan pasti akan terjadi ketika konflik meningkat,” kata Kepala Center of Digital Economy and SMEs Indef Eisha Maghfiruha dalam diskusi virtual, Sabtu (20/4/2024).
“Sebagai negara importir minyak, kita harus waspada karena subsidi energi pemerintah akan menjadi beban bagi industri kita,” tegasnya.
Industri manufaktur yang masih mengimpor bahan baku produksi akan terpengaruh oleh kenaikan harga akibat penguatan dolar dan gangguan pasokan melalui jalur dagang utama seperti Selat Hormuz yang berada di tengah konflik Israel dan Iran.
Karena itu, ketersediaan stok menjadi ancaman bagi industri dalam negeri. Selain itu, gangguan pada rantai pasokan juga akan berdampak pada perekonomian domestik akibat supply shock.
“Logistik akan mengalami kesulitan karena adanya perubahan arus dan terputusnya jalur distribusi akibat konflik keamanan. Hal ini akan memperlambat proses produksi dan mengakibatkan biaya tinggi, yang pada akhirnya akan memengaruhi industri manufaktur yang bergantung pada impor bahan baku,” kata Eisha.
Meskipun demikian, kenaikan harga minyak juga dapat mendorong percepatan energi hijau.
“Beberapa komoditas akan mengalami kenaikan harga dalam beberapa minggu ke depan. Kenaikan harga minyak juga dapat mendorong percepatan transisi ke energi terbarukan, karena kita perlu keluar dari ketergantungan terhadap batubara,” kata Eisha.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Mau Perang Lawan Israel, Ternyata Begini Kekuatan Militer Iran
(Arrijal/hsy)