Jakarta, CNBC Indonesia – Sebagai regulasi yang dibuat oleh Uni Eropa (UE) untuk melakukan uji tuntas terhadap sejumlah komoditas perkebunan dan kehutanan, regulasi EU Deforestation-Free (EUDR) dianggap sebagai tantangan yang dapat merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, termasuk kelapa sawit, dan mengurangi berbagai upaya dan komitmen Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan multilateral.
Menyikapi situasi ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengutuk dengan serius dan tidak setuju dengan tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh UE melalui EUDR. Selain itu, Indonesia bersama dengan Malaysia dan Uni Eropa telah sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) tentang EUDR untuk mengatasi masalah terkait implementasi EUDR yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia. Gugus tugas ini juga dibentuk untuk mencari solusi terbaik terkait implementasi EUDR.
“Menerapkan EUDR jelas akan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan penting bagi kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (27/4/2024).
Sejalan dengan penolakan Indonesia dan Malaysia, kelompok bipartisan dari Partai Republik dan Demokrat juga menyoroti kebijakan EUDR yang dianggap tidak adil bagi petani yang akan memasuki pasar Eropa. Selain itu, penundaan implementasi atau perubahan regulasi EUDR juga dianggap sebagai solusi yang dapat dilakukan saat ini.
Lebih lanjut, keberatan terhadap kebijakan EUDR juga mendapat dukungan dari Menteri Pertanian UE. Sebanyak 20 dari 27 Menteri juga mendesak penundaan EUDR dalam pertemuan Dewan Agriculture Fisheries Council Configuration (AGRIFISH) yang baru-baru ini diselenggarakan.
“Amerika bipartisan menentang EUDR, jadi EUDR yang diinisiasi oleh Indonesia dalam kunjungan bersama antara Menko Perekonomian dan PM Malaysia, terus mendapatkan dukungan dari negara-negara yang sependapat, beberapa waktu lalu baik Republikan maupun Demokrat juga mempertanyakan EUDR. Jadi negara-negara yang sependapat terinspirasi oleh apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia,” tambahnya.
Kebijakan EUDR yang telah menjadi sorotan dari New York Times dan Financial Times juga diprediksi akan membawa dampak potensial pada rantai pasokan yang berkelanjutan, harga, preferensi konsumen, dan dampak bagi petani dan negara pengekspor. Dengan potensi dampak ini, sejumlah produsen pangan dan komoditas berharap adanya pendekatan yang lebih terukur.
Lebih lanjut, asosiasi pertanian utama di Uni Eropa, Copa Cogeca, juga merekomendasikan penundaan implementasi kebijakan EUDR karena kurangnya waktu untuk menyiapkan kerangka kerja yang memadai hingga batas waktu implementasi kebijakan EUDR.
Selain kritik dari Amerika Serikat dan Asosiasi Pertanian Eropa terhadap kebijakan EUDR, kekhawatiran juga diungkapkan oleh negara seperti India, Brasil, dan negara-negara lain yang sangat serius tentang tuntutan dari implementasi kebijakan EUDR.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Video: Aturan EUDR Bikin Resah Industri Kopi, RI Aman?
(wur/wur)