Hamas Mendedahkan Isi Dokumen Perjanjian Gencatan Senjata yang Dilanggar oleh Israel

by -120 Views

Milisi penguasa Gaza Palestina, Hamas, telah mengeluarkan salinan proposal gencatan senjata dan pembebasan sandera yang diyakini telah disetujui pada hari Senin (6/4/2024). Hal ini terjadi ketika Israel masih terus melakukan serangan di Gaza untuk menghancurkan kelompok tersebut.

Proposal tersebut mencakup pembebasan bertahap sandera Israel yang ditahan di Gaza bersamaan dengan penarikan bertahap pasukan Israel dari seluruh wilayah Gaza. Ini akan diakhiri dengan “ketenangan berkelanjutan” atau “penghentian permanen operasi militer dan perlawanan.”

Tahap pertama proposal ini berlangsung selama 42 hari dan melibatkan penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza serta pembebasan sekitar 33 sandera yang ditahan di wilayah tersebut, termasuk perempuan Israel yang masih ditahan.

Selain itu, tiga puluh tahanan Palestina yang ditahan di Israel akan dibebaskan dengan imbalan setiap sandera sipil Israel dan 50 tahanan dengan imbalan setiap tentara wanita.

Warga Palestina yang mengungsi di Gaza juga akan diizinkan untuk kembali ke lingkungan asal mereka selama jangka waktu tahap pertama tersebut.

Israel sebelumnya menyatakan bahwa mereka tidak akan menyetujui penarikan penuh pasukan mereka atau gencatan senjata permanen sebagai bagian dari kesepakatan pembebasan sandera. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan mengatakan akan melanjutkan serangan di wilayah Rafah, meskipun ada kesepakatan dengan Hamas.

Rafah merupakan titik paling selatan Gaza yang kini menjadi tempat pengungsian bagi 1,4 juta orang. Israel menyebut Rafah sebagai benteng besar terakhir Hamas di Jalur Gaza, setelah berhasil membubarkan 18 dari 24 batalyon kelompok militan tersebut.

Meskipun demikian, Hamas telah berkumpul kembali di beberapa daerah Gaza Utara dan terus melancarkan serangan.

Kesepakatan proposal ini akan melibatkan pertukaran jenazah sandera yang meninggal dalam penawanan dan rencana rekonstruksi Gaza yang akan berlangsung selama tiga hingga lima tahun. Proses ini akan diawasi oleh Mesir, Qatar, dan PBB.