Pendiri Perusahaan Kelapa Sawit Mengemukakan Pendapatnya Mengenai Surat Ombudsman RI yang Ditujukan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

by -114 Views

Ombudsman RI telah mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan menyarankan agar menunda batas penyerahan kelengkapan syarat perizinan bagi pengusaha kelapa sawit yang terindikasi menggunakan lahan ilegal di kawasan hutan. Batas penyerahan kelengkapan syarat ini seharusnya berakhir kemarin, Kamis (2/11/2023). Ombudsman menganggap kebijakan KLHK tersebut berpotensi terjadi maladministrasi karena masih banyak permasalahan terkait status kawasan hutan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyatakan bahwa keputusan Ombudsman hanya bersifat imbauan kepada KLHK untuk memperpanjang batas penyerahan, bukan keputusan final. Bagi anggota Gapki sendiri, perpanjangan ini tidak menjadi masalah karena mereka telah mengajukan sesuai dengan tanggal deadline yang ditetapkan pada tanggal 2 November. Eddy berharap Ombudsman dapat menjadi mediator atau wasit dalam masalah ini. Kebijakan KLHK ini timbul karena adanya masalah antara pemerintah pusat dan daerah terkait dengan tata ruang dan wilayah.

Oleh karena itu, Eddy mendorong agar pemerintah segera menyelesaikan kebijakan satu peta. Dengan demikian, masalah lahan ini tidak akan terjadi lagi. Menurutnya, masalah sering terjadi ketika lahan yang ada di peta dicek di lapangan atau overlay, tetapi lahannya tidak ada atau titiknya terletak di laut. Hal ini harus segera diselesaikan agar masalah seperti ini tidak terjadi lagi.

Ombudsman RI dalam suratnya kepada Menteri LHK menyebutkan bahwa usaha kelapa sawit perlu mendapat dukungan baik dari dalam negeri maupun internasional. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun terakhir, usaha kelapa sawit mengalami tekanan akibat dampak Pandemi Covid-19, kebijakan subsidi, dan kebijakan ekspor. Ombudsman menyarankan agar Menteri LHK mengeluarkan diskresi penundaan batas dengan pertimbangan bahwa penatagunaan kawasan hutan adalah tanggung jawab Kementerian LHK dan memberikan kepastian hak atas tanah bagi badan usaha atau masyarakat apakah berada dalam kawasan hutan atau tidak. Diskresi ini dapat dilakukan berdasarkan alasan-alasan objektif yang didasarkan pada fakta dan kondisi faktual, tidak memihak, rasional, dan berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik.