Pengusaha Teriak karena Makanan-Minuman Manis Akan Dikenakan Cukai

by -82 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan tidak hanya memicu polemik tentang konsumsi rokok, tetapi juga cukai pada makanan dan minuman instan yang manis.

Melalui aturan ini, pemerintah akan memberlakukan cukai pada minuman manis, namun pelaku usaha menyatakan bahwa regulasi ini dikeluarkan tanpa melibatkan pembicaraan dengan pelaku usaha.

“Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak diajak bicara mengenai hal ini, asosiasi lain juga sepertinya akan terdampak berat pada industri dan efek multiplier lainnya. Jika terkena cukai, harga akan naik dan daya beli masyarakat akan turun,” kata Ketua Kebijakan Publik Apindo, Sutrisno Iwantono kepada CNBC Indonesia, Jumat (9/8/2024).

Ketika permintaan turun, maka dampaknya perusahaan juga akan menurunkan produksinya, berpotensi mengurangi tenaga kerja.

“Perusahaan akan mengurangi produksi, yang akan berdampak pada bisnis, implikasinya terhadap tenaga kerja, penyerapan sumber daya bahan baku, misalnya dodol implikasinya pada petani penghasil tepung akan terkena dampak,” kata Iwantono.

Ketika penjualan menurun, maka akan berdampak pada penurunan pendapatan pajak karena industri menurun. Iwantono mengingatkan bahwa ketika pajak menurun, ini bisa mengakibatkan kurangnya pendapatan tambahan sehingga tujuan pemerintah lain belum tentu tercapai.

“Jika mencari uang melalui cukai, mungkin dapat kehilangan pendapatan pajak karena permintaan turun apakah sudah dihitung?” ujar Iwantono.

Tujuan lain pemerintah dalam mengendalikan konsumsi gula juga belum tentu tercapai karena masyarakat memiliki cara lain agar tetap bisa mengonsumsi makanan dan minuman manis.

“Di satu sisi masyarakat menyukai makanan dan minuman manis, makanan manis dikatakan tidak sehat, merugikan kesehatan masyarakat, menyebabkan obesitas, dan sebagainya. Jika tidak dididik, apakah akan benar-benar mengurangi konsumsi gula? Meskipun dia minum manis, tapi bukan dari makanan dan minuman cepat saji, tetapi beralih ke makanan yang tidak siap saji, bisa membeli sirup es tambah sesukanya sendiri, ini tidak akan terkena regulasi karena bukan siap saji. Dari segi kesehatan, belum tentu terkena regulasi,” ujar Iwantono.

PP No 28 tahun 2024 menyatakan bahwa Pemerintah Pusat akan menetapkan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, dalam upaya mengendalikan konsumsi gula. Selain itu, pemerintah juga dapat memberlakukan cukai terhadap beberapa pangan olahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mendistribusikan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, wajib mematuhi ketentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak yang telah ditetapkan. Mereka juga harus menyertakan informasi gizi, termasuk kandungan gula, garam, dan lemak pada label kemasan pangan olahan atau media informasi untuk pangan olahan siap saji.

Kemudian, setiap orang dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor pada pangan olahan yang melebihi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak. Demikian pula, penjualan atau distribusi pangan olahan yang melampaui batas maksimum di beberapa lokasi juga dilarang.

Selain itu, setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mendistribusikan pangan olahan harus membatasi atau melarang penggunaan bahan berisiko penyakit tidak menular.

(hoi/hoi)