Ingat! BMKG mengingatkan kewaspadaan saat musim kemarau basah, siaga hujan lebat 5-11 Juli 2024

by -69 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis prospek cuaca mingguan, berlaku untuk 5-11 Juli 2024. Sejumlah daerah diperingatkan akan menghadapi hujan sedang hingga lebat, yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang.

Berikut peringatan dini yang dikeluarkan BMKG:
1. Potensi Hujan sedang – lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang
Berpotensi terjadi di wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kep. Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kep. Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua, dan Papua Selatan.
2. Potensi dampak dari bahaya hujan lebat Kategori Siaga terdapat di wilayah Sulawesi Tenggara
3. Potensi Angin Kencang di wilayah Jambi, Sumatra Selatan, Kep. Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Selatan.

“Walaupun beberapa wilayah di Indonesia sebagian sudah memasuki musim kemarau, masyarakat masih perlu waspada dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih terjadi di beberapa wilayah seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es,” tulis BMKG, dikutip Sabtu (5/7/2024).

Lalu apa penyebab fenomena cuaca ekstrem tersebut?
BMKG menjelaskan, Madden-Julian Oscillation (MJO) yang saat ini berada di fase 3 (Indian Ocean) dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap musim kemarau yang sedang berlangsung.
“Meskipun umumnya musim kemarau ditandai dengan cuaca kering dan minim hujan, fase MJO ini bisa memengaruhi pola cuaca dengan meningkatkan kemungkinan adanya periode hujan yang lebih intens atau tidak biasa selama musim kemarau,” terang BMKG.
“Terutama pada puncak musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa cuaca ekstrem pada musim kemarau yang cenderung konsisten kering dapat dipengaruhi oleh faktor regional seperti MJO,” tambah BMKG.

Dinamika Atmosfer
Berikut kondisi dinamika atmosfer terkini yang menurut BMKG kombinasinya dapat menimbulkan potensi cuaca signifikan, yaitu:
– Gelombang atmosfer
Dijelaskan, dalam skala global, nilai IOD, SOI, dan Nino 3.4 tidak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. Tetapi, MJO berada pada fase 3 (Indian Ocean) yang berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia. Aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial terpantau aktif di Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, Kalimantan bagian tengah hingga selatan, Sulawesi bagian tengah hingga selatan, Maluku, dan Papua Selatan.
Selain itu, gelombang Kelvin terpantau di Aceh, Lampung, Jawa bagian utara, NTT, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian tengah hingga selatan, Maluku Utara, Maluku, dan Pulau Papua. Faktor-faktor ini mendukung potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut.
– Sirkulasi siklonik
Sirkulasi siklonik terpantau di Filipina yang membentuk daerah konvergensi memanjang di Filipina dan di Perairan timur Filipina, sirkulasi siklonik lain terpantau di sekitar Selat Karimata yang membentuk daerah konvergensi memanjang dari Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Barat.
– Kecepatan angin
Daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) lain juga terlihat memanjang dari Laut Jawa hingga Lampung-Sumatera Selatan, dari Jawa Tengah hingga Jawa Barat-Banten, dari Sulawesi Tenggara hingga Sulawesi Tengah, dari Sulawesi Utara hingga Laut Sulawesi, dari Maluku hingga Maluku Utara dan dari Papua Pegunungan hingga Papua, serta daerah konfluensi memanjang di Samudra Hindia barat Sumatera, di Laut Banda dan Samudra Pasifik timur Filipina.
Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sepanjang daerah sirkulasi siklonik/ konvergensi/ konfluensi tersebut.
Peningkatan kecepatan angin hingga mencapai >25 knot, terpantau di Samudra Hindia selatan Jawa dan Laut Arafuru, yang mampu meningkatkan tinggi gelombang di wilayah sekitar perairan tersebut.
– Intrusi udara
Intrusi udara kering/dry intrusion dari BBS melintasi wilayah perairan selatan Jawa Tengah-Jawa Timur, Laut Flores, NTT yang mampu mengangkat uap air basah di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembab di sebagian Jawa, Laut Jawa, Sumatra Selatan, Lampung, Sulawesi bag tengah dan selatan.
– Labilitas Lokal Kuat
Kondisi ini mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Kep.Bangka Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara Papua Barat, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Selatan.

Saksikan video di bawah ini:
– Video: Waspada Krisis Air Dunia, Ini Langkah Antisipasinya!

(dce/dce)