Gagal Bayar Menghantui, Apakah Investasi Emas Adalah Pilihan yang Tepat?

by -96 Views

Amerika Serikat (AS) saat ini tercatat memiliki utang mencapai US$ 33 triliun (setara Rp 507.000 triliun) atau setara 123% dari nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jumlah utang Negeri Paman Sam tersebut telah meningkat pesat sebanyak 50% dibandingkan sejak awal pandemi.

Bengkaknya utang AS dipicu oleh pandemi Corona (Covid-19). Saat itu, pemerintah AS harus menggelontorkan stimulus US$ 5 triliun guna menyelamatkan perekonomiannya. Peningkatan utang tersebut masih terus berlanjut sampai dengan sekarang.

Di tahun 2023 ini saja, kenaikan utang Amerika mencapai US$ 2,24 triliun karena dibayangi oleh tingginya suku bunga acuan The Fed akibat inflasi serta perang Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut.

AS sendiri tidak pernah lagi mengalami posisi surplus dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sejak 1957. Sejak saat itu, AS terus mengalami defisit APBN. Artinya, untuk membiayai belanja perlu menambah utang melalui penerbitan treasury.

Diperkirakan untuk tahun 2024, defisit anggaran Amerika Serikat masih akan tetap tinggi karena potensi terjadinya resesi di tahun depan, perang Rusia-Ukraina yang masih belum ada tanda-tanda berakhir serta memanasnya kondisi Timur Tengah akibat perang Israel-Palestina.

Alhasil, Negeri Paman Sam sejauh ini masih dalam bayang-bayang gagal bayar (default), meski kongres AS telah menyetujui untuk menangguhkan batas utang.

Dengan utang yang membengkak, pemerintahan Presiden Joe Biden kini harus berhadapan dengan risiko shutdown. Risiko ini muncul setelah kubu pemerintah dan pemimpin Kongres masih belum menemui kesepakatan dalam pembiayaan anggaran pemerintah untuk tahun fiskal 2024.

Masih terjadi perbedaan besar mengenai belanja pemerintah antara kedua pihak dan kebijakan mengenai isu-isu seperti bantuan ke Ukraina.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen sudah sejak tahun lalu memperingatkan hal tersebut. Di sisi lain, hal ini juga akan menjadikan aset investasi memiliki harga yang bergejolak naik.

“Kegagalan akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal,” ujar Janet pada medio 2023.

Lalu, apakah AS bisa bangkrut? Berbagai kemungkinan pun bisa saja terjadi. Terlebih dengan adanya fenomena bangkrutnya beberapa bank besar AS, yang akan berdampak pada aset investasi.

Hal ini tentu memicu aksi perilaku investor untuk melakukan peralihan ke aset-aset tradisional yang aman, seperti emas. Kondisi ini memberikan cukup alasan bagi investor untuk kembali mengoleksi emas sebagai instrumen safe haven.

Terbaru, emas telah mencapai level tertinggi dalam kurun waktu lebih dari enam bulan pada level psikologis US$ 2.000 yang didorong oleh melemahnya dolar dan ekspektasi Federal Reserve sudah selesai menaikkan suku bunga.

“Prospek jangka pendek untuk emas masih bullish, dengan Indeks Dolar dalam tren menurun di tengah harapan the Fed tidak akan lagi menaikkan suku bunga dan bahkan mungkin akan memangkasnya pada musim semi, ungkap Jim Wyckoff, analis Kitco Metals.

Para pengambil kebijakan the Fed terlihat semakin nyaman menutup tahun ini dengan menahan suku bunga dan menunggu sebelum memangkasnya. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi opportunity cost untuk memegang emas.

Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan dia “semakin yakin” bahwa kebijakan tersebut berada pada titik yang tepat. Membuat emas lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain, Indeks Dolar (Indeks DXY) menyentuh level terendah sejak pertengahan Agustus.

Investor akan memantau data Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) Amerika, dirilis Kamis, yang merupakan indikator inflasi pilihan the Fed.

Melihat kondisi itu, tentunya emas masih menjadi pilihan investasi baik untuk tujuan jangka menengah hingga jangka panjang.

Survey Markets Live (MLIV) Pulse oleh Bloomberg beberapa waktu lalu bahkan menyebut logam mulia masih menjadi pilihan utama mayoritas profesional di bidang keuangan untuk melindungi aset kekayaannya. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan persoalan utang Amerika Serikat semakin buruk.

Emas bahkan masih berpotensi menguat jika krisis memburuk. Selama ada risiko menyebarnya krisis perbankan di AS maka aset yang aman seperti emas bisa dan tetap menjadi pilihan.

Analis DFCX Futures Lukman Leong membenarkan bahwa di tengah ketidakpastian, emas masih menjadi instrumen safe haven.

“Harga emas saat ini memang mengalami kenaikan pesat. Misalnya saja harga emas batangan bersertifikat Antam keluaran Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk pada perdagangan hari ini, Kamis (30/11/2023) masih bertahan di angka Rp 1.120.000 per gram meningkat Rp 15.000 dibandingkan dengan harga pada penutupan minggu sebelumnya.”