Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Menghadiri Pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden
Israel terus menyerang wilayah Gaza, Palestina, untuk memusnahkan milisi Hamas meskipun hal ini ditolak oleh sebagian besar dunia karena banyak warga sipil menjadi korban. Meskipun ada penolakan internasional, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap teguh. Ia bahkan membawa narasi terkait insiden saat Perang Dunia II untuk membenarkan korban warga sipil di Gaza yang mencapai 20.000 jiwa.
Netanyahu merujuk pada insiden tahun 1944 ketika serangan udara Inggris secara keliru menghantam sebuah sekolah di Kopenhagen dan menewaskan 86 anak. Menurutnya, itu bukanlah kejahatan perang.
Israel juga membandingkan kampanye mereka dengan pemboman tiga malam Sekutu yang menghancurkan Dresden. Namun, upaya ini mengabaikan akar konflik Israel-Palestina sejak peristiwa pengusiran 750 ribu warga Palestina yang disebut Nakba serta pendudukan ilegal atas wilayah Palestina.
Sejarawan Israel dan aktivis sosialis Ilan Pappé mengatakan bahwa upaya Israel ini bertujuan sebagai pembenaran atas kebijakan brutalnya terhadap warga Palestina. Namun, kata-kata Begin memicu kritik dari banyak orang di negaranya.
Pakar kebijakan luar negeri AS dan Inggris di Universitas Birmingham, Scott Lucas, mengatakan penggunaan PD II yang tiada henti oleh Israel dan para pendukungnya menunjukkan bahwa Tel Aviv ingin menghilangkan dampak pasca tahun 1945. Israel telah berulang kali menuduh badan-badan PBB dan para pejabatnya, termasuk Sekretaris Jenderal Antonio Guterres, bersikap bias karena mereka menyerukan gencatan senjata. Sementara itu, bom Israel telah membunuh lebih banyak anggota staf PBB di Gaza sejak 7 Oktober dibandingkan konflik mana pun dalam sejarah organisasi tersebut.