Persiapkan Diri! Sinyal Penguatan APBN Perubahan 2024 Semakin Terasa

by -80 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah banyak yang melenceng dari target pemerintah. Membuat arah kebijakan APBN akan berubah karena indikator dasarnya sudah tidak sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah.

Ini sebagaimana diungkapkan oleh ekonom senior yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri. Ia mengatakan, APBN Perubahan atau APBN-P akan ditetapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam waktu dekat karena indikator-indikator ekonomi dalam asumsi makro yang sudah banyak menyimpang.

“Karena perubahannya sudah sedimikan totalitas akan ada apbnp mau tidak mau adjustment,” kata Faisal dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Selasa (30/4/2024).

Asumsi makro yang sudah sangat signifikan berubah menurutnya ialah nilai tukar rupiah yang saat ini terus bergerak di level Rp 16.200 per dolar AS. Padahal, dalam asumsi makro APBN 2024, nilai kurs ditetapkan hanya sebesar Rp 15.000 per dolar AS. Lalu, inflasi yang sudah di angka 3,05% dari target pemerintah 2,8%.

“Target pemerintah kan inflasi 2,8% kalau tidak salah, jadi seluruh asumsi APBN terlampaui, pertumbuhan 5,2% kemungkinan 4,8%, jauh sekali. Rupiah 15.000 sekarang Rp 16.200, ICP US$ 80/barrel rata-ratanya sekarang US$ 88/barrel, kemudian produksi minyak juga turun, lifting turun, suku bunga SBN 10 tahun juga naik,” ucap Faisal.

Ia menekankan, arah APBN-P ke depan ialah dari sisi pemangkasan belanja negara, karena beban harga minyak dan kurs sudah sangat tinggi, berdampak pada anggaran subsidi pemerintah yang membengkak. Sementara itu, pendapatan negara terus anjlok hingga saat ini.

Realisasi APBN per Maret 2024 memang masih tercatat surplus sebesar Rp 8,1 triliun atau 0,04% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, penerimaan negara telah turun 4,1% secara year on year (yoy) sedangkan belanja negara masih tumbuh 18% yoy.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti secara khusus pergerakan nilai tukar rupiah yang telah melenceng dari asumsi makro. Menurutnya, selisih pergerakannya sudah cukup besar dengan yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2024.

Dilansir dari Refinitiv hingga penutupan perdagangan Senin (29/4/2024), rupiah melemah 0,28% ke level Rp16.250/US$. Posisi ini semakin memperpanjang tren penurunan rupiah selama tiga hari beruntun. Sementara indeks dolar AS (DXY) pada waktu yang berdekatan, tercatat turun 0,31% ke angka 105,61.

“Yang kita lihat gerak cukup signifikan adalah kurs. End of periode (eop) itu sudah Rp 16.280 dan year to date (ytd) atau rata-rata dari Januari sampai akhir Maret Rp 15.711,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN edisi April 2024, Jakarta, Jumat (26/4/2024).

Sri Mulyani mengatakan melencengnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu akan mempengaruhi APBN secara signifikan. Baik dari sisi penerimaan maupun belanja, menurut dia, akan terpengaruh pergerakan kurs.

“Dua ukuran ini (ytd dan eop) lebih tinggi dari asumsi kita yang Rp 15.000. Ini deviasi cukup besar hampir Rp 700 atau Rp 1.200 dibanding end of periode (eop), tentu akan pengaruhi berbagai faktor dalam APBN,” tutur Sri Mulyani.

Selain rupiah dan inflasi, indikator makro yang sudah melenceng dari APBN di antaranya lifting minyak yang hanya 567,3 ribu barel per hari, dari target 635 ribu barel per hari. Demikian juga dengan lifting gas yang hanya sebesar 905,2 ribu barel setara minyak per hari, dari target yang sebesar 1.033 ribu barel setara minyak per hari.

Untuk harga minyak mentah Indonesia atau ICP masih di bawah asumsi APBN yang sebesar US$ 82 per barel, yakni US$ 80,33 per barel secara ytd, namun eop sudah melebar dari asumsi US$ 83,78. Suku bunga SBN 10 tahun juga masih sebesar 6,64% ytd dari asumsi 6,7%, meskipun secara eop dengan yield per 24 April 2024 sudah sebesar 7,06%.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya
Anggaran Bansos Nyaris Rp500 T di 2024, Sri Mulyani Buka Suara

(haa/haa)