Pak Jokowi, Buruh Merasa Tertekan karena Gaji Dipotong Tapera dan Hidup Semakin Berat

by -183 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan buruh akhirnya memberikan tanggapan terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kehadiran aturan ini membuat kondisi buruh semakin sulit.

Dalam aturan tersebut, besaran persentase simpanan terbaru ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah bagi peserta pekerja dan penghasilan bagi peserta pekerja mandiri. Pasal 15 Ayat 2 mengatur besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara untuk peserta pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri sesuai dengan Ayat 3.

“Upah yang rendah saat ini mulai berlaku, ditambah dengan penderitaan akibat kenaikan harga pangan, ditambah lagi dengan banyak PHK massal dan penutupan perusahaan. Sesuatu yang sangat mengganggu dan menimbulkan emosi kita, pemerintah malah mengeluarkan aturan yang membingungkan dan membuat buruh semakin menderita,” ungkap Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/5/2024).

Mirah menegaskan bahwa buruh menolak aturan ini. Dia juga menyatakan bahwa buruh tidak terlibat dalam proses pembuatan PP Nomor 21 Tahun 2024.

“Gaji yang sudah kecil dipotong, tabungan buruh sudah habis, kami kecewa dan menolak hal ini. PP ini tidak pernah melibatkan komunikasi dengan buruh,” tambahnya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani meminta untuk meninjau regulasi Tapera karena memberatkan. Program ini juga tidak wajib bagi buruh. Dia juga mengungkapkan bahwa sejak awal, serikat pekerja tidak dilibatkan dalam penyusunan regulasi tersebut.




Foto: BP Tapera Salurkan Pembiayaan KPR Ke 11 Ribu ASN. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)
BP Tapera Salurkan Pembiayaan KPR Ke 11 Ribu ASN. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)

“Potongan 3% sangat memberatkan buruh dan kami menyarankan agar Tapera tidak menjadi kewajiban. Kami menyarankan agar bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bergabung atau tidak,” kata Andi.

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Ketua Umum Konfederasi KASBI, Sunarno, menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah diajak berdialog oleh pemerintah untuk membahas aturan ini.

“Sebagai unsur serikat buruh yang mewakili buruh, kami tidak pernah diajak berdialog atau diskusi untuk membahas PP 21 ini, sehingga jelas bahwa pemerintah membuat keputusan sendiri. Prinsip demokratisasi dan musyawarah tidak dilakukan,” katanya.

Sunarno juga mengaku bahwa besaran potongan untuk Tapera sangat berat. Gaji buruh sudah habis dipotong untuk program pemerintah lainnya mulai dari BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan.

“Potongan BPJS Kesehatan 1%, Jaminan Hari Tua (JHT) 2%, Jaminan Pensiun 1%, PPH 21 (take home pay) 5% dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain, ditambah Tapera 2,5% dari buruh. Sehingga jika upah buruh Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta per bulan, potongan upah buruh bisa mencapai Rp 250 ribu sampai Rp 400 ribu per bulan,” ujarnya.

Sunarno menyatakan bahwa potongan Tapera sangat memberatkan buruh, karena dengan adanya potongan gaji tersebut, buruh tidak akan segera memiliki rumah. Pemerintah seharusnya fokus pada pengadaan rumah bagi buruh dengan anggaran negara, bukan memotong gaji buruh yang kecil sebagai modal investasi atau mengalokasikan Dana BPJS untuk investasi ekonomi makro yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Kami mencurigai bahwa pemotongan gaji untuk Tapera hanyalah tindakan politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” jelasnya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Gaji Pekerja Dipotong Untuk Tapera, Jokowi: Semua Sudah Dihitung!

(wur/wur)