China Mau Memperpanjang Bea Masuk Anti Dumping untuk Baja RI

by -122 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – China mengumumkan memulai review untuk perpanjangan pengenaan BMAD atas baja impor yang berasal dari Uni Eropa (UE), Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia. Penyelidikan dimulai kemarin, Selasa (23/7/2024).

Melansir Xinhua, Kementerian Perdagangan (Kemendag) China dilaporkan akan melakukan peninjauan atas BMAD yang diberlakukan sejak 23 Juli 2019 lampau. Yakni, atas impor baja berupa billet baja tahan karat dan pelat serta gulungan baja tahan karat canai panas.

“China mengenakan bea masuk anti dumping atas produk baja tahan karat yang diimpor dari Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia mulai 23 Juli 2019. Dengan tarif berkisar 18,1 sampai 103,1 persen selama 5 tahun,” demikian pernyataan kementerian, seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (24/7/2024).

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), besi dan baja merupakan salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Indonesia. Pada Juni 2024, ekspor besi baja RI tercatat mencapai US$2,101 miliar, mengalami penurunan US$94,8 juta (4,32%) dari bulan Mei 2024.

Sepanjang Januari-Juni 2024, nilai ekspor besi baja RI mencapai US$12,560 miliar, turun dari periode sama sebelumnya yang tercatat US$12,925 miliar. China menjadi salah satu tujuan ekspor besi dan baja RI.

Mengutip data yang dipublikasikan di situs resmi asosiasi produsen baja RI, The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), ekspor baja RI tahun 2023 sebagian besar atau lebih 70% adalah ke China.

Tercatat, secara nilai ekspor baja RI ke China tahun 2023 mencapai US$1,834 miliar atau dengan porsi 77,2% dari total. Sementara secara volume tercatat berkontribusi 73,7% atau 10,155 juta ton.

Sementara, jika dibandingkan tahun 2019 nilai ekspor baja RI ke China tercatat sebesar US$3,12 miliar dengan kontribusi terhadap total sekitar 51,0%. Sementara secara volume, porsinya sekitar 46,9% dari total ekspor, yakni sebanyak 2,124 juta ton.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons dari pengusaha baja terkait rencana China ini.

Pro Kontra BMAD Keramik China di Dalam Negeri

Di sisi lain, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) atas keramik impor asal China. Meski, menurut Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah menyelesaikan penyelidikan dugaan dumping atas produk China tersebut.

Masih menurut Asaki, KADI merekomendasikan BMAD sebesar 100,12% sampai 155% untuk kelompok berkepentingan yang kooperatif dan 199% untuk mereka yang tidak kooperatif dalam penyelidikan kasus dugaan dumping keramik asal China itu.

Di saat bersamaan, rekomendasi KADI itu justru mendapat pro kontra di Tanah Air. Memicu perdebatan perlu atau tidaknya pemerintah mengenakan bea masuk tambahan berupa BMAD sampai 199% atas keramik impor dari China.

Bahkan, KADI mendapat kritik keras dari Komisi VI DPR dan Ekonom INDEF Faisal Basri yang mempertanyakan alasan dan metode yang digunakan KADI selama masa penyelidikan.

Faisal Basri menolak rencana pemerintah menerapkan bea masuk hingga 200% untuk produk keramik dari China. Dia menilai kebijakan ini diambil tanpa analisis yang memadai dan justru akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia.

“KADI ini seperti jurus pesilat mabok, semua dilibas,” kata Faisal dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk dampak penerapan BMAD untuk keramik, di Jakarta, Selasa, (16/7/2024).

Menurutnya, apabila pemerintah akan menerapkan kebijakan bea masuk hingga 199% maka bisa berdampak buruk. Misalnya saja, kata dia, harga keramik di dalam negeri bisa terkerek naik.

(dce/dce)