Perang di Timur Tengah kembali memanas, dimulai dari aksi balas dendam Iran yang meluncurkan sekitar 200 rudal ke Israel setelah pasukan zionis melakukan serangan darat ke Lebanon. Konflik antara Iran dan Israel memanas kembali setelah Iran melancarkan serangan rudal besar-besaran ke Israel pada awal September. Serangan terbaru terjadi pada Selasa lalu, yang merupakan eskalasi terbaru dalam perselisihan antara kedua negara. Pasukan Garda Revolusi Iran menyebut serangan hari Selasa sebagai respons atas pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan komandan Garda Revolusi Abbas Nilforoushan minggu lalu di Beirut. Presiden Iran Masoud Pezeshkian juga mengonfirmasi hal tersebut, menyatakan bahwa serangan itu merupakan respons tegas terhadap agresi Israel. Israel bersumpah untuk membalas serangan Iran dengan konsekuensi yang akan mereka tentukan. Angkatan bersenjata Yaman juga ikut meluncurkan serangan drone ke Israel pada Selasa malam. Beberapa negara tetangga Israel, seperti Yordania dan Irak, menutup sementara wilayah udaranya setelah serangan Iran. Presiden Amerika Serikat Joe Biden memerintahkan militer AS untuk membantu pertahanan Israel, sementara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengecam serangan Iran. Hamas dan Arab Saudi juga mengutuk serangan tersebut. Banyak negara mulai mengatur evakuasi warganya dari Lebanon. Yordania menegaskan bahwa mereka tidak akan menjadi medan perang, sementara Tentara Lebanon melaporkan bahwa pasukan Israel melintasi wilayah mereka sebelum mundur. India mendesak Israel dan Iran untuk menahan diri dan memprioritaskan perlindungan warga sipil. Israel melarang Sekjen PBB Antonio Guterres masuk ke negaranya karena tidak mengutuk dengan tegas serangan Iran, sementara Negara G7 dijadwalkan mengadakan rapat mendadak untuk membahas krisis di Timur Tengah. Presiden Rusia Vladimir Putin meminta Israel menarik pasukannya dari Lebanon untuk mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut di kawasan tersebut.