Pemerintah diminta untuk meninjau kembali Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 oleh Anggota komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS). PP tersebut dinilai dapat merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT) dari hulu sampai hilir serta berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di dalam negeri. BHS menyoroti masalah kemasan polos pada rokok yang dapat memunculkan lebih banyak rokok ilegal dan campuran rokok yang tidak jelas bagi publik, yang berpotensi membahayakan konsumen. Selain itu, pembatasan kandungan tar dan nikotin dalam tembakau rokok juga disoroti karena dapat menghancurkan pertanian tembakau dalam negeri dan memaksa impor. PP 28 ini dipandang merugikan masyarakat dan negara dengan potensi menurunnya keinginan membeli rokok bercukai/legal, sehingga juga akan berdampak pada pendapatan negara dari sisi cukai rokok.
BHS menginginkan agar PP tersebut dapat dikaji ulang dengan melibatkan berbagai pihak terkait agar jangan sampai industri IHT hancur. Sementara itu, Ketua Gaperosu (Gabungan Pengusaha Rokok Surabaya), Soelami Bahar, menegaskan bahwa pengusaha hasil tembakau tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan PP 28/2024, yang dikhawatirkan akan berdampak pada petani dan pedagang kecil. Dikhawatirkan penerapan aturan tersebut dapat mengakibatkan bangkrutnya industri tembakau dan mempengaruhi jutaan pekerja di seluruh Indonesia. Selain meminta pemerintah untuk mengkaji ulang PP 28/2024, Gaperosu juga meminta pemerintah untuk kembali ke peraturan lama yang memberikan sanksi denda dan pidana bagi rokok ilegal.