Bos Mal Buka Suara Tentang Fenomena Warga Indonesia yang Menggemari Barang Impor Ilegal

by -37 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menyebut maraknya fenomena jual-beli barang impor ilegal disebabkan karena daya beli masyarakat kelas menengah bawah sedang menurun. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan sekundernya masyarakat tersebut cenderung memilih beli barang impor ilegal yang harganya jauh lebih murah. “Jadi sekarang itu karena masyarakat menengah bawah uangnya sedikit, dia belanjanya ke barang-barang yang lebih kecil nilainya. Makanya kenapa impor ilegal begitu marak, harga satuannya kan murah, beli di tanah abang Rp100.000 bisa dapat tiga potong baju. Itu yang membuat kelas menengah bawah akhirnya ke sana,” kata Alphonzus saat ditemui di PIK Avenue, Jakarta, Kamis (8/8/2024). Ia mengatakan, fenomena yang ada saat ini seperti analogi gayung bersambut, yang mana industri tekstil nasional sedang pontang panting terdampak serbuan barang impor murah, namun di saat bersamaan daya beli kelas menengah bawah sedang menurun. Karenanya, Alphonzus berharap pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang tepat.

“Jangan pemerintah mengambil keputusan membatasi impor yang resmi, kan jadi salah, nggak tepat. Saya kira jelas, yang mengganggu industri tekstil bukan impor resmi, karena daya beli juga lagi turun, cari barang yang murah, ya impor ilegal,” ujarnya. Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal-II 2024 mencapai 5,05%. Pertumbuhan ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan persentase 54,53%. Adapun kontribusi konsumsi pada pertumbuhan mencapai 2,62%. Meski memberikan kontribusi terbesar, pertumbuhan sektor konsumsi selama 3 kuartal terakhir ini tak pernah melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5%. Pada kuartal-II 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,93%.

(wur)

Baca selengkapnya di tautan berikut : [Disini](https://cnbcindonesia.com/news/20240808190121-8-561537/satgas-barang-impor-ilegal-razia-di-pasar-pengusaha-tidak-fair)

Sumber : CNBC Indonesia